Budaya Jalan Kaki ke Sekolah di Sumba, Layak Dicontoh
Pernah
melihat siswa jalan kaki ke sekolah? dari rumah ke sekolah dan begitu pula
sebaliknya ketika pulang, dari sekolah ke rumah. Mungkin jika anda berada di
daerah perkotaan hal seperti itu hanya terjadi bagi siswa atau anak yang
rumahnya dekat dengan sekolah. Namun di daerah seperti di Sumba Timur tepatnya
di Waingapu, yang bahkan merupakan kota nya di Sumba Timur, para siswa SD
hingga SMA masih merepakan budaya jalan kaki pulang pergi ke Sekolah, dan
budaya ini sangat layak dicontoh. Secara tidak langsung anak atau siswa akan
terdidik kerja kerasnya demi mendapatkan ilmu, demi meraih cita-cita dan
impiannya. Semuanya dilalui dengan perjuangan dan kerja keras. Itulah salah
satu hal yang membuat saya terkesan di Sumba ini.
Ketika
pertama kali saya tiba di Pulau Sumba, saya kaget dengan pemandangan anak-anak
sekolah sedang jalan kaki berangkat ke sekolah, padahal jaraknya ketika saya
tanya dan saya cek sendiri hampir dua kilo. Begitupun dengan pulangnya,
siang-siang panas terik mereka tetap semangat jalan kaki untuk pulang ke rumah
setelah selesai belajar di sekolah. Jika di Kota Waingapu memang ada
transportasi angkutan yang khusus melayani anak-anak sekolah, sebagai catatan
di Waingapu angkutan umumnya berupa ojek dan bukan mobil-mobil layaknya
angkutan umum di Jawa, di sini ada angkutan umum mobil dan itu khusus untuk
para pelajar, mereka hanya ada di jam-jam berangkat sekolah dan pulang sekolah.
Dan itupun yang naik hanya mereka yang memiliki uang, sedangkan bagi siswa pada
umumnya lebih memilih jalan kaki.
Kondisi
yang serupa juga ada di desa atau pedalaman Sumba Timur, terlebih di sana tidak
ada angkutan sama sekali dan hanya ojek (kalau nemu), sehingga saya pernah
sesekali ke desa di Sumba Timur pada jam pulang sekolah, hampir satu sekolah
jalan kaki semua. Suatu pemandangan yang mengasyikkan. Begitulah perjuangan
menuntut ilmu. Dalam kondisi dan medan apapun tetap harus ditempuh demi
memerangi kebodohan.
Yang
lebih mengherankan lagi adalah anak-anak SD, mereka ketika jalan kaki saat
pulang sekolah, sepatunya tidak dipakai tapi ditenteng menggunakan tangan,
mungkin mereka kakinya sudah kebal dengan kondisi panasnya jalanan berbatu atau
aspal, padahal kondisi di Sumba ketika musim panas sangatlah panas.
Dan
budaya jalan kaki ke sekolah ternyata saya juga mengalaminya karena jarak
antara kos dengan sekolah tempat mengajar sangat jauh, sekitar 2,5 kilometer,
walaupun jarak segitu sangat dekat bagi penduduk setempat. Tapi seiring
berjalannya waktu dan kebiasaan (lebih tepatnya terpaksa karena harus ngirit,
haha) jalan kaki 2,5 kilometer dan totalnya 5 kilometer berangkat dan pulang
sekolah tidaklah terasa. Terasa menyenangkan karena banyaknya siswa yang ikut
jalan.
Begitulah
kondisi pendidikan di Sumba Timur, mereka diajarkan (atau lebih tepatnya saya
diberi pelajaran) tentang kerjakeras, usaha dan kesabaran untuk mendapatkan
ilmu. Dan bagi siswa-siswa tersebut, hal itu akan menjadi bekal berharga bagi
mereka di kemudian hari, karena sejak kecil mereka telah diajarkan bekerja
keras. Dengan kesungguhan semoga diantara anak-anak tersebut ada yang menjadi
sosok luar biasa, negarawan, agamis, dan bermanfaat untuk umat.
Mungkin
itu dulu sharing-sharingnya, adakah dari kawan-kawan yang masa kecilnya atau sampai
saat ini membiasakan diri dengan jalan kaki? Atau jangan-jangan kaki kita telah
manja dengan teknologi kuda besi? Sehingga kulit kaki kita lupa dengan
terjalnya aspal atau bebatuan? Sehingga kulit kaki kita lupa bagaimana rasanya
tanah yang basah... sekian, assalamu’alaikum
Posting Komentar untuk "Budaya Jalan Kaki ke Sekolah di Sumba, Layak Dicontoh"