Cerita Perjuangan Pendidikan Profesi Guru Dalam Jabatan atau PPG Daljab
Alhamdulillah akhirnya bisa posting lagi setelah sekian lama tidak
pernah update blog ini karena berbagai macam kesibukan. Bismillah kali ini saya
mau sedikit berbagi kisah pengalaman saya selama menjalani pendidikan profesi
guru atau PPG yang saya lalui di Universitas Negeri Semarang.
Apa sih PPG itu?
Ppg adalah kependekan dari pendidikan profesi guru, yaitu
pendidikan yang harus dilaksanakan oleh calon guru agar mendapatkan sertifikat
pendidik dan diakui profesinya sebagai seorang guru. Dasar hukum dari ppg ini
sangat banyak, diantaranya adalah Permendiknas no. 8 tahun 2009 pasal 1: “Progam
Pendidikan Profesi guru adalah progam pendidikan yang diselenggarakan untuk
mempersiapkan lulusan S1 kependidikan dan S1 non kependidikan yang memiliki
bakat dan minat menjadi guru agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai
dengan standar nasional pendidikan sehingga dapat memperoleh sertifikat
pendidik profesional pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah”.
Foto Peserta PPG Daljab 2017 PT Otomotif - UNNES
Sertifikat pendidik hasil ppg itu tidak sama seperti akta mengajar
atau akta IV. Dahulu (termasuk saya) selesai kuliah S1 mendapat akta mengajar,
namun kini akta mengajar tidak diakui lagi sebagai syarat mengajar (secara
hukum) karena adanya ppg ini. Oleh karena itu, sekarang semua lulusan sarjana
baik dari kampus kependidikan (LPTK) maupun kampus non kependidikan bisa
menjadi guru asal telah mengikuti ppg.
Ppg ibarat pendidikan profesi dokter bagi seorang sarjana
kedokteran agar dirinya dapat menjadi seorang dokter dengan gelar dr., pun
dengan guru, setelah ppg mendapat gelar gr (guru).
PPG ada 2 jenis yaitu PPG dalam jabatan dan PPG pra jabatan.
Perbedaannya adalah pada masa studinya dan teknis mendapatkannya. Ppg dalam
jabatan dengan masa studi 4-5 bulan hanya diikuti oleh sarjana yang telah
mengajar disuatu lembaga pendidikan dan telah terjaring melalui aplikasi
dapodik maupun simpkb setelah dirinya dinyatakan lulus pre-test, biasanya ppg
dalam jabatan diikuti oleh para guru yang telah mengajar minimal 5 tahun.
Sedangkan ppg pra jabatan dengan masa studi yang lebih lama yaitu 1 tahun penuh
dan dapat diikui oleh siapa saja termasuk sarjana yang baru lulus dan belum
pernah mengajar. Kedua jenis ppg di atas setahu saya masih bersubsidi (gratis biaya
pendidikan), namun ke depan ppg akan berbayar terutama ppg pra jabatan dengan
masa studi 1 tahun atau 2 semester.
Kebetulan saya mengikuti ppg dalam jabatan walaupun belum terdaftar
di dapodik karena saya alumni progam Talent Scouting atau SM3T. Ppg yang saya
ikuti selama 4 bulan dengan pembelajaran full di kampus selama 3 bulan dan PPL
di sekolah selama 1 bulan kemudian di akhir sesi ada ujian tulis nasional.
Well, awalnya banyak yang terkejut, kok bisa belum mengajar tapi bisa ppg,
sedangkan yang mengajar bertahun-tahun saja belum dipanggil untuk ppg (dulu
namanya plpg). Ya karena saya sudah merasakan hidup di daerah 3T, sama seperti
alumni SM3T lain semua di ppg-kan, seperti apa kisah-kisah mengabdi di daerah
3t? Silahkan baca dipostingan saya sebelum-sebelumnya.
Baik lanjut ceritanya, ppg yang saya ikuti adalah ppg dalam jabatan
angkatan pertama tahun 2017, tepatnya bulan agustus pembelajaran dimulai dan
berakhir di bulan desember. Apa saja kegiatan selama ppg? Kegiatan selama ppg
adalah seperti kuliah pada umumnya, berangkat pukul 07.00 selesai pukul 17.50.
Ada teori maupun praktek (karena saya jurusan otomotif), di tambah tugas
laporan dan tugas-tugas lain, jadi dalam 1 minggu full belajar di kampus.
Materi nya pun bermacam-macam dari pedagogik (kurang lebih 1 bulan),
profesional tentang otomotif (kurang lebih 1 bulan) dan workshop 1 bulan
(membuat perangkat pembelajaran komplit dengan dibimbing dosen dan para
ahlinya).
Namun sebenarnya ada kisah nestapa dibalik ppg yang saya jalani
itu, apa itu?
Pertama, karena domisili saya JOGJA, padahal di sini ada kampus uny
ditambah uny adalah almamater saya, tapi saya ditempatkan di semarang dan tidak
boleh pindah. Alhasil setiap minggu harus pulang-pergi dan kos di semarang yang
tentu butuh biaya, sementara subsidinya hanya biaya pendidikan, yang lain
ditanggung sendiri.
Tak hanya itu, nestapa
lainnya adalah (sekaligus kabar bahagia saya) bahwa ketika saya ppg istri dalam
kondisi hamil muda yang butuh perhatian. So, gimana rasanya?? Hampir tiap hari
di awal bulan terbesit keinginan untuk mengundurkan diri dengan resiko akan di
blacklist oleh kemenristek dikti.
Kedua, sering di pertengahan masa ppg, rasa lelah dan bosan itu
muncul, karena rutinitas. Jumat sore pulang ke jogja, senin jam 3 pagi
berangkat dari jogja ke semarang. Rutinitas dan perjalanan panjang itulah yang
membuat bosan dan ingin menyerah.
Tapi semua itu berhasil saya lalui berkat pertolongan dari Allah,
DIA-lah Dzat yang selalu saya mohonkan pertolongan dalam doa disetiap safar
jogja-semarang. Do’a-do’a di waktu mustajab, do’a dari orangtua, dan tentu do’a
istri tercinta. Dengan dorongan bahwa insyaallah ppg nya akan bermanfaat dikemudian
hari dan mungkin akan menjadi jalan rejeki si anak yang masih dalam kandungan.
Dan ternyata doa itu terjawab di kemudian hari ....
Satu pelajaran yang saya rasakan dari perjuangan ppg adalah, “berjuang
dan berjuanglah terus sampai disuatu titik, dimana ketika itu tidak ada yang
bisa engkau lakukan kecuali hanya menengadahkan kedua tanganmu, meminta kepada Dzat
Yang Maha Luas Karunia-Nya, dan perbaikilah dirimu. Insyaallah pertolongan dan
kemudahan-kemudahan akan menyertaimu”
Ya
begitulah sedikit pengalaman selama ppg, mungkin akan tidak sama baik masa
studinya maupun pembelajarannya karena
ppg daljab yang sekarang sudah menggunakan sistem daring (dalam jaringan).
Intinya, jika anda ingin menjadi “guru masa depan”, ikutilah arahan pemerintah,
yaitu ikutlah ppg. Salam sukses dunia pendidikan!
Posting Komentar untuk "Cerita Perjuangan Pendidikan Profesi Guru Dalam Jabatan atau PPG Daljab"